Kau bawa aku
kepadang rumput, yang sebuan lalu aku minta tapi baru sekarang kamu bisa
mengantarkanku ke tempat yang aku sangat dambakan. Benar ini sangat terobati
walau sudah telat sebulan, tapi aku senang karena kamu menyempatkan kesibukan
mu untuk menemaniku. Kulihat senangnya puluhan bebek yang bermain di pinggiran
sawah, ku mainkan manisnya putri malu. Kau hanya diam di pojok sana tidak
menghiraukan kebahagiaanku ini.
“ kamu kenapa ?
apa kamu ada masalah.” Tanyaku pada mu yang sepertinya sedang menikmati hisapan
rokok yang terahir.
“ tidak apa-apa,
aku hanya ingin menikmati alam ini saja.” Balasnya tak sempat melirik kearahku,
aku pergi meninggalkannya, memainkan air sawah dengan tanganku, ikan-ikan kecil
pun mendekati ku.
“ hai manusia, apa
kau tahu suami mu itu sedang punya masalah ?” ucap ikan yang sangat manis.
“ maksudmu apa ?
apa kamu mengejek ku ?” tanya ku kaget dengan perkataannya.
“ coba tanyakan
saja dengan nya, atau kamu ajak dia pulang.” Perintahnya agar aku percaya pada
ikan yang langsung pergi meninggalkanku.
Aku tak tahu apa
yang terjadi, memang aneh rasanya dia tiba-tiba mau mengajak ku pergi ke padang
rumput ini, sedangkan ini tidak pernah aku ungkit semenjak dia mengatakan
jangan melakukan hal yang tidak penting, lebih baik kerja. Itu yang kamu
katakan saat aku memintanya sebulan yang lalu. Aku mulai curiga dengan ini,
kenapa dia diam saja tak biasanya dia murung dan lusuh dan pulang dari kantor
hanya untuk mengantarkan ku pergi ke padang rumput ini.
“ mas sebaiknya
kita pulang saja, sepertinya mas masih sakit.” Ajak ku pada suamiku yang memang
terlihat semakin tak jelas raut wajahnya.
“ ehm… kamu
sudah puas dik ?”
“ sudah mas,
benar-benar sudah tenang sekarang.” Jawab ku meyakinkannya.
Ditariknya nafas
yang begitu panjang, sepertinya melepaskan semua masalah yang sedang menempel,
di pegangnya tanganku seakan begitu kencangnya genggaman yang tak biasa ini.
Dia seperti takut kehilanganku.
“ dik, kamu tak
akan pernah meninggalkan mas kan ?” tanya nya setelah memasuki mobil.
“ mas… kok mas
ngomong seperti itu ? mas ada apa kok tiba-tiba aneh gini.? Ya jelas lah adik
tidak akan meninggalkan mas.”
“ terimakasih
iya dik, tapi kamu janji kan ?” kamu meyakinkan jawaban ku.
“ iya mas, aku
janji.” Aku tak berani lagi mengulang pertanyaan ku yang tidak dia jawab, aku
yakin kamu masih ada masalah sampai menanyakan hal yang tidak perlu dijawab
seperti itu. Kamu melajukan mobil dengan begitu santainya, kamu nikmati
perjalanan ini.
***
Setelah kamu
pergi kekantor, aku bongkar semua komputer yang terhubung dengan semua arsip
kantormu karena aku yakin ini adalah masalah kantor, karena tidak semangatnya
kamu menyambut kedatangan pagi ini. Ku buka satu persatu folder-folder yang ada dalam komputer ini, tidak ada
tanda-tanda yang mengatakan kantormu sedang ada masalah.
Ini adalah
folder terahir, sepertinya benar bukan masalah kantor mu ini, tapi apa ? semua
jawaban dari pertanyaan itu berkerumunan menjawab dengan rasa takut ku untuk
mengungkapkannya. Mungkin dia menghamili orang, atau bisa saja dia menabrak
anak orang sampai dia harus mengganti rugi yang begitu besar dan kalau tidak
dia harus dipenjara karena telah terkait kasus pembunuhan. Tapi seprtinya tidak
mungkin, aku kenal suamiku dan itu tidak akan terjadi. Walau pun itu bisa saja
kamu lakukan dengan tidak sengaja atau pun khilaf.
Ya tuhan curiga
ku yang berlebihan itu tidak ada yang benar, dia benar masih merasakan masalah
yang berat, semua klien dan partner kerjanya dari luar negeri memutuskan
kontrak semua. Karena adanya kecurangan, bahkan tidak hanya itu perusahaan
terancam bangkrut, sudah banyak nama yang tercantum dalam kecurangan ini.
Aku benar-benar
memutar otak bagaimana caranya agar aku bisa membantu masalah mu, apakah aku
harus kembali bekerja, karena mudah saja aku kembali bekerja di tempat ku yang
dulu. Dimana pertama kali kita bertemu di kantor tempat ku kerja saat kamu
datang untuk meeting penting dalam proyek pembangunan perusahaan mu. Tapi
setelah menikah dengan mu, tak sedikitpun kamu mengizinkan ku untuk bekerja.
“ kenapa kamu
tidak menceritakan itu pada ku mas ?” tanyaku padamu yang baru saja pulang dari
kantor dengan wajah yang masih murung, walaupun aku sambut dengan senyum kamu
hanya membalas dengan senyum terpaksa, itu terlihat jelas.
“ aku tahu kamu
bakal mengetahui ini dengan sendirinya dik, mas minta maaf kalau memang sudah
merahasiakan ini. Karena aku tidak mau mengikutkanmu dalam masalah mas ini.”
Kamu menjawab seperti tidak berdosa sama sekali.
“ kalau mas
terbuka dengan ku, mungkin aku bisa membantu mas dan kita akan pecahkan masalah
ini secara bersama-sama. Dan aku yakin jika kita memecahkan masalah bersama ini
akan cepat selesainya.”
“ aku tahu aku
salah dik, tapi ini mas lakuin karena mas gak mau melihat kamu harus ikut
banting tulang juga untuk kehidupan kita, aku tidak mau jika nanti di akhirat
harus menjadi kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab.”
“ mas… tolong
jangan egois, anak kita masih mau sekolah. Jangan sampai dia putus sekolah
karena semua aset perusahaan di sita karena tombokan hutang pada
bank itu yang membengkak.”
Memang susah
untuk memenangkan pertempuran dengan suami yang ingin menunjukkan bahwa dia lah
satu-satunya orang yang ingin bertanggung jawab terhadap anak istrinya. Sore
itu masih saja dia belum mengizinkan ku untuk membantunya. Tapi bagaimana pun
aku harus menemukan cara agar bisa menyelesaikan masalahnya.
Aku teringat
saat kami pergi ke padang rumput yang luas, disana ada sawah yang memiliki ikan
kecil pemberi berita. Mungkin saja aku bisa menanyakan bagaimana caranya agar masalah ini bisa terpecahkan.
Ku mainkan air
yang jernih, tapi ikan itu tak juga kunjung datang. Terus kumainkan dan yang
kucari datang juga. “ kenapa kamu memanggil ku ?” tanya ikan kecil itu.
“ ikan kecil
yang manis aku bingung dengan masalah
suami ku, apakah kamu bisa membantu agar masalah ini terpecahkan.” Tanyaku pada
ikan kecil.
“ yang bisa
membantumu hanya tuhan mu saja, silahkan kamu berdo’a saja dan yakinlah suami
mu pasti akan bisa memberikan yang terbaik untukmu. Dan jangan khawatirkan dia,
karena dia juga selalu berikhtiar kepada sang pencipta. Kalian masih
mendapatkan cobaan dan jadikanlah cobaan itu sebagai bumbu kehidupan, yang akan
mewarnai indahnya perjuangan.”