Selalu
kudengarkan alunan mendamaikan, saat hujan datang maupun saat panas menerkam.
Begitu sejuk nya alunan ini, kubayangkan aku berada di tengah hamparan sawah
nan luas dan hijau, tak kuhiraukan lagi suara kicauan burung dan tak kudengarkan
lagi lantunan gemercik air. Kunikmati keindahan ciptaan sang pencipta ini,
kurentangkan tangan ku, kuhirup aroma lumpur yang begitu lembut di lubang
hidung ini.
Teringat lagi
aku akan kisah kita yang telah lalu, dimana kamu tidur tepat disamping ku. Ku
belai rambutmu yang begitu lembut dan wangi. Kurasakan kehadiran dirimu di
dekat ku, berharap saat ku buka mata ini kamu sudah ada dihadapan ku dan
melemparkan senyum manis dari bibirmu, oh tuhan begitu indah senyumnya. Mengapa
kamu ciptakan senyum yang indah itu ? mengapa tak kamu berikan pada mentari
pagi saja. Kenapa dia yang begitu kamu percayai untuk mendapatkan senyum itu.
Mengapa kamu
tega meninggalkan ku, bukankah kamu sudah berjanji di bawah pohon nyiur ini,
bahwa kamu akan selalu disamping ku, akan menjaga ku dan menjadikanku bagian
dari hidup mu. Tapi apa ? hanya alunan yang mendamaikan ini yang menemaniku
sekarang kamu tak lagi pantas berada di dekat ku, seharusnya kamu lenyap dari
pikiran ku. Sungguh aku tak bisa melupakan mu, sungguh senyum mu begitu
membuatku berantakan.
Tak terasa aku
pun merasakan belaian lembut dari tangan mu yang ku rindukan siang yang sejuk
ini, kamu menyentuhku kamu sungguh jahat bahkan lebih jahat dari seorang
penjegal, lebih jahat dari pada teroris. Kamu tak ubahnya seorang pembunuh
berkepala dua, entah istilah itu aku dapat kan dari mana, yang kutahu kamu tak
lebih dari seekor buaya, kamu sama saja dengan buaya tak bertaring tajam karena
kamu adalah buaya tanpa gigi.
Sungguh jika
waktu dapat ku ulang aku tak akan mau lagi mengenal mu, dan aku akan
sungguh-sungguh tak akan pernah mau melihatmu. Kamu hanya pengganggu dalam
hatiku, aku berharap akan ada bengkel yang spesialis penambal hati yang terkena
tajamnya lidah yang kamu tancapkan tepat di mana aku berharap akan ada penancap
yang permanen. Tapi aku salah, dengan segampang itu aku membuka pintu hati ku
dan dengan sukarelanya aku membiarkan mu menancapkan cintamu yang manis
diluarnya saja.
Oh tuhan inikah
mimpi setelah dua bulan dia pergi terus dia mau datang seenaknya saja dihadapan
ku, tak kuterima walau tangisan darah diberikannya padaku. Aku sudah terlanjur
mengutuk dirinya untuk tidak mengganggu ku lagi, aku ingin mencari penggantinya
saja, aku tak mau terlarut tapi ini sangat percuma, memory yang kamu buat
begitu besarnya sampai aku tak dapat melupakannya. Kamu benar-benar tak tahu
diri, aku sangat membencimu.
Angin yang tadi
menyentuhku tiba-tiba terasa hilang, ku buka mata yang telah ku pejamkan.
Mengapa kamu tersenyum di sudut gubuk itu, apa memang benar kamu sudah
melupakan kenangan kita. Apa karena aku tak bisa hamil sampai kamu teganya
meninggalkan ku, tapi bukankah kamu telah berjanji akan tetap setia walaupun
aku ditakdirkan mandul, aku tak bisa mempunyai keturunan.
Ku dekati kamu
yang masih tetap berdiri dan menunjukkan senyum bak seorang penjahat yang
menang dalam pertempuran, kamu memang benar telah melupakan ku. Buktinya kamu
malah lari menjauhi ku, apa mau mu ? apa yang kamu inginkan dari ku, kamu hidup
hanya untuk menyakiti ku saja, tanpa kamu berpikir untuk sedikit membahagiakan
ku.
Apa kamu lupa
begitu bahagianya kita dulu, saat pertama kita menikah. Aku tahu kita tidak
melalui proses pacaran, aku tahu kamu melihat wajahku saja sehari sebelum kita
menikah. Tapi kamu lupakan begitu saja dari awal kebahagiaan kita dulu, kamu
ajak aku kehamparan sawah luas ini, tempat aku berdiri dan menikmati sejuknya
rerumputan yang hijau, kontras dengan hijaunya padi-padi yang sebentar lagi
akan menguning. Pertama kamu gendong aku, yang semula aku tidak percaya kamu
bisa menahan beban ku karena kamu baru sebulan menjalani operasi, tapi dengan
keperkasaanmu aku menikmati larian kecil yang begitu berirama.
Aku sungguh tak
kuasa mengejarmu, kuhempaskan tubuhku diatas rumput sawah ini, aku tidak peduli
jika baju ku akan kotor terkena lumpur, senyum mu tadi sangat menyiksaku. Apa
kamu benar-benar nyata adanya, aku tidak percaya jika kamu mau mendekati ku
lagi. Apa karena aku di vonis dokter tidak bisa mengandung anak mu ? kamu malu
tidak mempunyai keturunan, kamu memang sudah benar melupakan janjimu.
***
“ kenapa dia ?
inikan perempuan yang di tinggalkan suaminya sudah dua bulan ini.” Kudengar
bisikan yang tidak tahu dari mana asalnya, benar saja setiap aku bertemu dengan
orang-orang, mereka selalu mengejek dan mengolok-olok ku karena aku di
tinggalkan suamiku.
Ku buka mata
ini, berada di mana aku ini bukankah aku tadi berada di sawah yang penuh
kenangan itu, aku sedang menikmati indah dan sejuknya hamparan hijau nan luas.
Tapi kenapa aku berada di sekeliling orang-orang ini, kenapa aku berada di
teras depan rumah ku dengan wajah-wajah yang menyambut bukanya mataku.
“ kamu tadi
pingsan disawah, makanya kami angkat kesini.” Ucap seorang tetangga seolah tahu
kebingungan yang berkecamuk ini. Benar saja aku lelah, bagaimana tidak dia
lepas dari kejaranku, padahal sangat munafik aku jika benar aku menolakmu.
“ jangan terlalu
sering kesawah itu lagi, seharusnya kamu urus dirimu. Lihat badan mu seperti
tulang terbungkus kulit saja. Lupakanlah dia, kalau emang kamu hanya jadi
korban penelantarannya.” Ucap salah seorang tetanggaku.
“ tidakk, suamiku masih keluar kota dan minggu
ini dia akan pulang.”
“ kami sudah
tahu kok, jadi tidak perlu lagi di tutup-tutupi lagi.” Tambah tetangga yang
benar-benar membuatku ingin mencekiknya, tak punya perasaan kah orang itu. Tapi
benar katanya, justru yang tidak berperasaan kamu dan hanya kamu, kenapa kamu
tega meniggalkanku.
Tak ada guna
kamu buatkan aku rumah besar dan mewah ini, tapi kamu hanya mengasingkanku
saja, meninggalkan aku di tempat yang jauh dari keluargaku, apa kamu sengaja
mau memisahkan aku dengan sanak saudaraku. Aku ingin kamu pulang, aku tidak
membutuhkan hartamu, aku hanya butuh kamu.
Terus saja aku
medatangi hamparan sawah itu, ku dengarkan lagi alunan yang mendamaikan yang
pernah kita dengarkan, dan selalu kita dengarkan. Sampai sekarang pun
dentang-dentang nada yang kamu buatkan untuk ku selalu terngiang di telingaku,
suaramu yang begitu indah membuatku benar-benar tak bisa melupkanmu.
Ya tuhan ini
benar-benar nyata, hembusan nafasmu, aroma tubuhmu, tangan lembutmu ada di
kepalaku. Benar kamu menciumku, aku tak mau membuka mata ini, aku takut kamu
akan pergi lagi dan tak kembali. Aku mulai merasakan tubuh mu berada disamping
ku, aku merasakan hembusan nafasmu mengenai wajahku, sungguh aku tak akan
membuka mataku, kalau pun kehadiranmu hanya dapat kurasakan saat aku menutup
mataku saja, itu sudah cukup bagiku, karena aku sudah benar tidak sanggup
menahan rinduku.
“ bukalah mata
mu sayang.” Suara yang sungguh mirip dengan suara mu, aku tetap bertahan tak
akan membuka mataku. Biarkan saja aku siang dan malam disini jika memang aku
harus merasakan kehadiranmu dengan cara ini. “ bukalah mata mu sayang, apa kamu
tidak ingin melihatku.” Ulangmu.
Kubuka mataku,
aku terbelalak, dia sudah duduk dan tersenyum dihadapanku, ku sentuh wajahnya,
tak terasa lagi air mataku mengalir begitu deras dan sangat terasa kamu tidak
ada perubahan dari awal kita bertemu sampai detik ini. “ apakah ini nyata ?
atau hanya halusinasiku saja ?” ucapku lirih tak percaya.
“ iya ini aku,
maafkan aku sayang jika aku harus meninggalkanmu dua bulan lebih ini. Aku
benar-benar tak kuasa menahan sakit ini,
apalagi aku harus menceritakan sakitku ini pada mu. Tapi sungguh aku tidak
bermaksud menyakitimu, dan aku kembali karena aku tak sanggup berpisah dari
kehangatn cinta yang kamu berikan. Dan mulai sekarang kamu jangan sedih lagi
iya, aku janji tak akan mengulangi ini lagi. Karena kamu adalah alunan
mendamaikan bagiku.”