HUJAN



Aku dulu sangat membenci hujan, setiap aku pulang dari sekolah, melihat ibu ku basah karena hujan setiap dia pulang dari kebun. Sungguh aku sangat membenci hujan itu. Tapi dengan cepat dia mengubah perasaan ku yang dulu benci menjadi suka, benar kata orang jangan lah terlalu benci dengan sesuatu, karena nantinya kamu akan senang dengan yang kamu benci itu.

Setiap aku mengeluh tentang hujan, dia selalu mengatakan “ janganlah kamu mengeluh dengan hujan, coba kau ingat saat kekeringan kamu meminta hujan tapi saat hujan malah engkau hanya bisa menyumpah serapahkan nya.” Selalu aku ingat kata-kata mu itu.

Dia bercerita padaku tentang mengapa dia tidak mau membenci hujan, mengapa dia ingin selalu melihat hujan dan menantikan kedatangan hujan. “ dulu waktu aku masih kecil umur 8 tahun yang belum mengerti apa-apa tentang hujan, panas yang sangat menyengat, tanah yang kering sampai membelah,  seakan-akan menelan manusia dan apapun yang ada di dekatnya. Setiapa aku pulang dari sekolah di tengah terik nya matahari merasakan kehausan karena jarak ke sekolah yang aku tempuh sangat jauh sekitar 5 km dan itu pun kujalani dengan menapaki jalan yang tak bisa dilalui kendaraan, ingin rasanya aku menangis mencari setetes air saat itu, tapi tak kutemukan walau hanya untuk membasahi ujung bibir ku saja. Dan saat itu aku berdo’a pada sang ilahi agar diturunkan karunianya, dan saat itu pula dikirimkannya teman untukku yaitu hujan. Aku sangat berterimaksih dengan tuhan, aku berterimakasih dengan hujan yang sudah membantuku. Semenajk itulah aku jatuh cinta pada hujan.” Begitulah cerita yang selalu menjadi cerita dikalangan teman-temannya.

Pernah aku membantah dengan dia, “ tapi tidak selalu hujan membantu, kadang hujan juga membawa bencana, apa kamu mau rumah kita tenggelam dengan seringnya kau memanggil teman mu itu.”

“ tidak… , tidak akan pernah aku membencinya aku akan selalu menemaninya dan akan selalu kami bersama dan dia tidak akan membuat bencana untuk kita.” Bantah nya tidak menerima bantahan ku.

Aku tidak habis pikir apa yang ada di dalam otaknya ? kadang dia memaksa ku untuk menikmati rintik hujan yang dingin menusuk tulang, aku tak bisa menolak dia karena kalau tidak aku ikuti dia akan cemberut dan tidak mau memakan-makanan masakan ku.

Salahkah jika aku harus mengikuti kegilaan ini, kegilaan yang sekarang membuat aku menunggu datangnya hujan, kebahagiaan saat hujan datang dan kebahagiaan saat dia tertawa kepadaku dan menunjukkan banyaknya jumlah gigi nya yang rapat dan indah di hiasi basahnya tetesan hujan mengenai bibirmu yang indah, benar saja yang dia katakan dulu bahwa jika aku menikmati hujan maka aku takkan merasakan kesepian karena ruh hujan adalah ruh dia.

***

Hujan yang aku tunggu hari ini begitu lebatnya, aku berlari menuju halaman rumah ku untuk menikmati hujan bersama janinmu, walau tak ada dia di sini tapi hujan ini seakan mengirimkan kehangatan yang mengalir dari tubuh mu. Kunikmati indahnya rintik hujan ini, karena ku tahu dia sedang menikmatinya juga, dia berada dikantor saat ini dan inilah waktu pulang mungkin dia sedang menikmati hujan di halaman kantornya. Dia takkan malu melakukan itu karena teman sekantornya sudah tahu kalau memang dia bersahabat dengan hujan.

Lelah seharian bermain bersama hujan, kusiapkan masakan yang sangat nikmat untuk menyambutnya pulang dari kantor, tapi dentang jam yang sudah berbunyi sebanyak sepuluh kali tak juga mengabarkan akan kepulangannya. Kuhubungi handphone nya tapi tidak pernah kau aktifkan, ku telpon kantormu tak juga ada sambungan. Aku khawatir dengan dia, kegelisahan yang menyergapku membuat aku tidak tenang.

Tak lama dari kegelisahan ku, dia pulang dengan keadaan yang sangat bersih, seperti tidak disentuh oleh derasnya hujan. Tidak seperti biasanya, dia tidak menikmati hujan ini sama sekali.
“ Wan, kenapa kamu tidak menikmati hujan hari ini.” Tanyaku dengan penuh harapan menunggu jawaban yang tidak membuatku cemas.

“ hari ini aku sangat bahagia sayang, aku sudah menikmati hujan hari ini. Apa kau tidak merasakan kehangatan ku saat kau bermain hujan….”

“ Ssst… kamu pasti sangat lelah dan lapar ?” kutarik tangan nya menuju meja makan, dia sangat dingin aku bisa merasakan detak jantungnya yang tidak ada. Bahkan makanan itu hanya dia lihat, tidak disentuhnya sama sekali. “ kamu sakit iya ? ya sudah ayok kekamar kita tidur saja.” Lanjut ku yang tidak tega melihat rautnya yang sangat pucat.

Dikamar dia tidak sama sekali tidur, dia hanya menyenderkan punggungnya di kepala ranjang, seperti biasa aku meletakkan kepalaku diatas dadanya yang bidang. Benar saja dia sangat dingin, aku tak tega merasakan kedinginan ini, pasti dia sangat tersiksa. Dia malah menagatakan “ Fit, jaga dan besar kan anak kita dengan penuh kasih sayang kenal kan dia pada hujan karena aku akan selalu memberikan kehangatan untuk kalian saat hujan datang.” Ucapnya lirih

“ apa yang kau katakan, kau sakit kan ? istirahat saja jangan menyiksa dirimu sendiri. Tak tahukah kamu wan, aku sangat menghawatirkanmu.”

Aku terlelap dalam kehangatan dan kelembutan nafasnya, kunikmati tidur ini karean terdengar suara rintikan hujan yang mengiringi nada-nada kehidupan yang sangat sempurna ini. Saat terbangun aku dari tidur karena kerasnya petir tak sehelai kain dan sehelai nafaspun kecuali diriku di kamar ini, aku hanya bermimpi. Dimana dia ? mengapa sudah jam satu malam ini belum pulang juga bahkan tak satu SMS pun yang datang mengabarkan bahwa dia malam ini akan pulang.

Akan kutunggu kepulanganmu malam ini, udara yang dingin tak membuatku mengantuk lagi karena aku tak sabar ingin melihatmu disini, Ingin menyambutmu, dan ingin sekali membuatkan teh hangat kesukaan mu.

Terdengar telpon ruang tamu yang sanagt sunyi ini sehingga semua sudut ruang tak ada yang terlewat dari kerasnya suara deringan itu. Aku tahu itu pasti dari dia, dia akan mengabarkan bahwa tak bisa pulang karena kerjaan kantor masih banyak. Aku tahu itu dan itu saja akan membuatku tenang.

“ Hallo dengan ibu wanto ?” suara dari seberang sana yang ternyata bukan dia.

“ benar, kalo boleh tau  ini dengan siapa iya ?”

“ ini Santi bu dari kantor pak wanto….” perempuan itu menceritakan apa yang terjadi dengan suamiku, dan sungguh aku tidak percaya. Mengapa harus dia, mengapa tidak orang lain saja.

Dia di tugaskan oleh kantornya pagi kemarin ke jakarta untuk menemui tamu dari luar negeri, tapi takdir berkata lain. Dia dibawa arus banjir yang melanda ibukota itu, dan baru saja ditemukan, karena dia utusan kantor maka yang pertama dihubungi adalah bagian kantornya.

Aku tidak percaya, sudah aku katakan dulu tapi kamu tidak percaya hujan tidak selamanya membawa kebahagiaan untukmu, sekarang engkau mati pun karena kejahatan hujan, hujan tak pantas untuk jadi teman mu. Tapi apa ? kamu selalu membantah, selalu saja membela hujan dan tiba-tiba kau datang ke mimpi ku untuk mengenalkan hujan pada anakmu itu tidak akan kulakukan wanto, aku menyayangi anakmu, dan aku harap kamu takkan mengirimkan kehangatanmu lewat hujan itu lagi.

Related Post
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

berkomentarlah dengan bijak... :)